Lumbung Air Kian Punah

 Medan|
Dulu, kalau dikorek 3 hingga 5 meter, sudah kelihatan mata air. Tapi sekarang sudah sulit untuk mendapatkan mata air. Makanya orang di lingkungan kami lebih memilih menggunakan air PAM dibanding sumur”Kata-kata miris itu tertuang dari ibu Halimah, tentang sulitnya warga di lingkungannya mendapatkan air bersih dari mata air. Terkadang tak jarang, kalau pasokan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)  Tirtanadi macet, warga di lingkungannya menghiba meminta air ke rumah wanita berusia 75 tahun itu.“Ada yang minta satu ember, ada yang lebih,” singkat ibu Halimah kepada Kabar Langit, Sabtu (24/9).Memang, sejak PDAM Tirtanadi berdiri, ibu Halimah yang bermukim di Jalan Brigjen Katamso, rasanya enggan menggunakan air dari perusahaan daerah itu. Disamping kualitasnya mengkhawatirkan, ditambah lagi kemurnian air lebih khas dari mata air sendiri.“Dulu rata-rata orang di sekeliling saya menggunakan mata air, tapi kini tidak. Karena, kalau dibilang warga di sini, air dari mata air sulit didapat, makanya mereka beralih ke air PAM,” tukasnya lagi.Ketika ditanya, apakah bu Halimah tau mengapa warga sulit untuk mendapatkan mata air sekarang ini, dia hanya menggelengkan kepala. Hanya sedikit jawaban ringkas dari nenek bercucu 10 itu, mungkin karena banyaknya bangunan bertingkat dan pohon-pohon sudah banyak ditebang.Tak ayal, meski jawaban singkat yang diutarakan bu Halimah, namun ada benarnya. Pantauan Kabar Langit di seputaran lingkungannya terlihat bahwa banyak gedung bertingkat berdiri megah. Sudah pasti, bangunan bertingkat itu milik warga turunan Tioghoa sehingga serapan air kian menipis.Sedangkan bu Halimah sendiri tetap mempertahankan tradisi dengan menanam pohon di lingkungan rumahnya. Makanya rumah bu Halimah terlihat asri dan mata air yang ada di sumurnya tak pernah kering.Butet, salah seorang pelanggan PDAM Tirtanadi tak jarang mengeluhkan pasokan air dari perusahaan air minum daerah itu. Kata dia, sejak menjadi pelanggan PDAM sekira 15 tahun lalu itu, dirinya merasa tak puas atas pelayanan air PDAM. Malah, untuk air minum saja Butet senantiasa membeli air galon.“Air PDAM jarang jernih. Untuk minum saya beli air gallon,” singkat Butet. Sementara mata air sumur yang dulu ada, urai Butet, sudah menipis. “Malah tak jarang air PDAM macet. Makanya kita mau PDAM meningkatkan pelayanan, jangan sampai pelanggan mengeluh,” sahut Butet.Hal senada juga diungkapkan Nardi. Lelaki warga Tanjung Sari ini mengesalkan kurangnya antisipasi pihak PDAM Tirtanadi soal bertambahnya pelanggan.“Kenapa banyak pelanggan, pelayanan tak memuaskan. Artinya, PDAM lebih bersifat negatif yang hanya mengguntungkan pundi rupiah dibanding pelayanan,” keluhnya.Lagi-lagi Nardi menyebutkan, air sumurnya tak berfungsi untuk menyerap air dari mata air. Pasalnya, di lingkungan Nardi sudah banyak rumah berdiri dan pepohonan kian punah.“Terkadang Lebih kencang air kencing dibanding air PDAM,” tegas Nardi. Tak hanya Butet dan Nardi menguraikan kekesalannya atas pelayanan PDAM Tirtanadi. Lina, warga Deli Tua mengungkapkan, sejak tahun 2000 dia menjadi pelanggan PDAM, lebih sering merasa mepetnya pasokan air.“Konsumen adalah pelanggan yang harus diberikan service, bukan malah dibiarkan begitu saja. Kalau lambat bayar tangihan rekening, pelanggan langsung diperingati. Tapi kalau  airnya macet, perusahaan air minum daerah itu bungkam seribu bahasa. PDAM sering berkilah macetnya air karena perbaikan saluran pipa atau pembersihan DAM,” imbuhnya.

Tiga Sungai Tercemar 

 Tiga sungai besar di Medan teridentifikasi mengandung zat pencemar. Kondisi tiga sungai ini terlalu berat menanggung beban lingkungan. Persoalan ini makin buruk lantaran sejumlah perusahaan membuang limbahnya di sungai tanpa ada instalasi pengolah limbah."Pencemaran memang terjadi di sungai-sungai itu. Secara kasat mata sudah bisa dilihat. Beban lingkungan di tiga DAS ini paling berat karena pertumbuhan pemukiman warga yang semakin padat," kata Kepala Bidang Bina Teknologi Lingkungan Bapedalda Sumatera Utara Rosdiana Simarmata, baru baru ini. Tiga sungai yang dimaksud adalah Sungai Deli, Belawan, dan Babura. Sungai Babura selanjutnya bersatu dengan Sungai Deli bermuara di utara Medan.Menurut Rosdiana, mestinya ada gerakan simultan untuk menyelamatkan kondisi sungai di Medan. Persoalan ini kompleks karena hunian baik industri maupun pemukiman warga sudah ada jauh sebelum ada niat untuk menyelamatkan lingkungan sungai.Rosdiana mengatakan, untuk melihat kondisi lingkungan di tiga sungai itu bisa dilihat dari keragaraman biota yang ada. Keberadaan biota di sungai itu cukup baik sebagai bioindikator kondisi sungai. Semakin banyak biota dalam sungai, katanya, semakin memungkinan makhluk hidup ada di sana. Artinya kondisi sungai masih terjaga baik.
Berdasarkan data Bapedalda Sumut, di sepanjang DAS Deli terdapat 89 saluran pembuangan limbah domestik ke sungai. Di sepanjang sungai 71 kilometer (km) ini terdapat 48 lokasi pembuangan sampah pada bantaran sungai. Sungai Deli mempunyai anak sungai antara lain Sungai Sikambing, Sungai Babura, Sungai Petani, dan Sungai Simaimai.Kendati air sungai di Medan semakin tercemar, namun Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Sumut masih memperbolehkannya untuk dimanfaatkan. "Air sungai yang mengalir di Medan masih bisa dimanfaatkan masyarakat bantaran sungai, tapi hanya untuk MCK dan tidak untuk dikonsumsi," kata Kepala Bidang Bina Teknologi Lingkungan Bapedalda Sumut, Rosdiana Simarmata.Menurut dia, sungai yang membelah Kota Medan yakni Sungai Babura, Sungai Sikambing dengan induk Sungai Deli dewasa ini semakin tercemar dengan kategori tercemar ringan. Pencemaran dikarenakan sungai masih dijadikan masyarakat sebagai tempat untuk membuang limbah baik limbah domestik rumah tangga, hotel, restoran ataupun limbah yang berasal dari industri pengolahan atau perusahaan. "Hasil pengamatan kita, walau sungai dijadikan tempat pembuangan limbah, namun limbah yang dibuang belum ditemukan mengandung limbah berbahaya sehingga masih aman untuk dimanfaatkan," katanya.Tapi jika dimasak kemudian dikonsumsi, menurut dia, bisa membahayakan kesehatan karena parameter dominan sesuai dengan PP Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, air sungai di Medan itu tidak layak konsumsi. Berdasarkan hasil penelitian badan itu bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) pada tahun 2006, penduduk yang tinggal di bantaran ketiga sungai itu tercatat sekitar 1,2 juta jiwa dan 80 persen diantaranya merupakan penduduk Kota Medan. "Karena terjadi pertumbuhan penduduk, kami memperkirakan jumlah masyarakat yang tinggal di ketiga sungai itu lebih dari 1,2 juta jiwa yang sehari-hari memanfaatkan air sungai," ujarnya.
  Jutaan Anak Meninggal


1,5 juta anak Meninggal Tiap Tahun Akibat Air Tercemar Peringatan Hari Air Dunia (HAD) yang jatuh pada 22 Maret kembali mengingatkan pentingnya air sebagai sumber kehidupan. Tema global Clean Water Quality Challenges and Opportunity mengajak semua pihak peduli terhadap penanganan masalah pencemaran dan pelestarian sumber daya air.Di awal abad ke-14,Sungai Deli merupakan jalur transportasi dan perdagangan yang penting. Sungai ini disebut dalam beberapa literatur pantun memiliki keindahan. Airnya yang segar pernah dilintasi kapal-kapal layar berukuran sedang. Namun, kini nasibnya justru berbalik. Sungai yang menghubungkan tiga kabupaten, yakni Karo, Medan,dan Deliserdang tidak bisa lagi dilayari kapal karena pendangkalan dan banyaknya sampah. Airnya pun sudah tercemar dari hulu hingga hilir. Berdasar hasil pemantauan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumatra Utara (Sumut) baru-baru ini,air Sungai Deli terdeteksi sudah tercemar.Kepala BLH Sumut Wan Hidayati menyatakan, di hilir sungai telah dicemari cuprum dan amoniak.Sementara itu,di tengahnya dicemari limbah organik domestik dan hotel. Di hulu Sungai Deli dicemari erosi yang dibawa dari hutan ke arus sungai.Menurut Hidayati, penyebab utama pencemaran ini, yaitu limbah dari 50 industri di sekitar Sungai Deli. ”Berdasar hasil kajian kami, terdapat 50 industri di sekitar Sungai Deli yang membuang limbah langsung ke Sungai Deli,’’ ujarnya.
Selain disebabkan limbah industri, pencemaran air Sungai Deli juga disebabkan penumpukan sampah di sekitar sungai. Hingga saat ini terdapat 58 titik tumpukan sampah di sepanjang Sungai Deli. Sampah yang tidak dikelola ini juga memunculkan gas metan yang bisa memicu pemanasan global. Namun, data yang dilansir BLH Sumut ini sempat dibantah BLH Medan.
Menurut BLH Medan, dari data yang dilansir BLH Sumut, sebanyak 15 perusahaan di antaranya sudah tutup. Kepala BLH Medan Purnama Dewi menuturkan, berdasarkan data hasil pemantauan berkala, hanya 42 perusahaan yang membuang limbah ke Sungai Deli. Namun, dia membantah perusahaan itu disebut mencemari Sungai Deli. Dia beralasan, perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke sungai.Dewi tidak menampik jika ada di antara perusahaan itu yang tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL), tetapi hanya memiliki bak sedimentasi, misalnya PT Intan Trisula, PT Sumatera Tekstil, CV Kober. PT Unibis belum memiliki IPAL karena masih dalam tahap pembuatan. Berdasarkan pemantauan BLH Medan, menurut Dewi, pencemaran Sungai Deli masih pada tahap sedang. Pencemaran yang cukup tinggi ada di hulu sungai yang airnya melintasi Kota Medan.Berdasarkan baku mutu, kalau sudah melewati ketentuan, BLH Medan akan terus melakukan pemantauan setiap bulan. “Pencemaran Sungai Deli lebih didominasi limbah domestik,yakni limbah rumah tangga hingga limbah perusahaan restoran dan hotel yang ada di tengah kota.Sementara itu,limbah industri tidak begitu signifikan,” ujarnya. Sepanjang 2009, BLH Medan sudah mengawasi pembuangan limbah di 90 lokasi yang terdiri atas 48 rumah sakit, 28 hotel, dan 44 industri.
 Penelitian
Penelitian yang dilakukan secara kolaboratif oleh tiga perguruan tinggi (FEMA IPB, FKM UNAIR dan FKM UNHAS) ini juga mengungkapkan bahwa kejadian dehidrasi ringan pada remaja lebih tinggi dibanding pada orang dewasa. Dan kejadian dehidrasi ringan pada daerah dataran rendah yang panas lebih tinggi dibanding di dataran tinggi yang sejuk.
Faktor terjadinya dehidrasi ringan ini adalah ketidaktahuan dan kesulitan akses memperoleh secara fisik dan ekonomi memperoleh air minum. “Enam dari 10 responden (60 persen) tidak mengetahui bahwa diperlukan minum lebih banyak bagi ibu hamil dan menyusui serta bagi orang yang berada dalam lingkungan dingin,” kata Ketua Umum Pergizi pangan Indonesia, Prof. Dr. Ir Hardinsyah yang ditemui dalam konfrensi pers Simposium “Hydration and Health” di Hotel Sahid jaya, Jakarta, Minggu 21 Maret 2010.Herdinsyah pun mengimbau, jangan anggap enteng kekurangan air pada tubuh. Meski terkadang banyak dianggap orang sebagai hal sepele, namun dehidrasi yang banyak dialami anak remaja ini bisa berdampak buruk untuk kesehatan.
Penelitian-penelitian mutakhir pun mengindikasikan bahwa kurangnya asupan air bisa menyebabkan berbagai penyakit, seperti batu ginjal, infeksi saluran kencing, kanker usus besar , konstipasi, obesitas pada anak dan remaja, hipertensi dan tromboemboli vena, penyakit jantung, stroke, hiperglikemik diabetik ketoasidosis, glaukoma, gangguan fungsi kelenjar ludah serta gangguan kesehatan lansia secara umum.
Untuk itu, lanjut Herdinsyah, Anda perlu tahu apa saja gejala kekurangan cairan pada tubuh, yang bisa dijadikan sinyal bahwa Anda terkena dehidrasi:
Kekurangan air tubuh 1 persen mulai menimbulkan rasa haus dan gangguan mood, keurangan air tubuh 2-3 persen juga meningkatkan suhu tubuh, rasa haus, dan gangguan stamina, kekurangan air tubuh 4 persen dapat menurunkan kemampuan fisik 25 persen, kekurangan air sampai 7 persen bisa menyebabkan pingsan

Alternatif
Air minum isi ulang memang sudah menjadi pilihan masyarakat Medan saat ini.Peningkatan jumlah warga yang memilih air isi ulang membuat depot air minum menjamur di pinggiran jalan.
Harganya pun semakin bersaing, mulai dari Rp4.000– Rp8.000pertabung. Warga sebenarnya terpaksa membeli air kemasan isi ulang.Terpaksa karena sulitnya mendapatkan air bersih. Selain itu, tak sedikit warga mengaku tidak lebih hemat mengkonsumsi isi ulang.Mereka memilih isi ulang karena meragukan kebersihan air PDAM Tirtanadi. “Bayangkan,untuk keluarga kami yang berjumlah enam orang,kadang satu tabung air minum isi ulang tidak cukup,” kata Marlina,warga Perumahan Franstrury Jalan Bunga Terompet Medan.
Keruhnya warna air PDAM Tirtanadi belakangan ini membuat warga enggan mengonsumsinya. Marlina mengaku memilih air minum isi ulang karena air keruh PDAM tak bisa diprediksi kapan datangnya. Lagipula, di komplek perumahan itu, air PDAM Tirtanadi selalu tak mengalir pada malam hari. “Kita tak bisa prediksi kapan air PDAM jernih. Bisa tiba-tiba keruh,tidak tahu kenapa.
Di sini, air tak pernah mengalir pada malam haru,” tambah Marlina. Setiap keluarga rata-rata menghabiskan satu tabung air isi ulang dalam tiga hari. Berarti,warga menyisihkan uang untuk air minum isi ulang minimal Rp40.000 per bulan.Sedangkan pembayaran untuk PDAM Tirtanadi rata- rata antara Rp30.000 sampai Rp40. 000 per bulan per rumah tangga. Keluhan pelayanan air PDAM di Kota Medan memang sudah lama dirasakan warga.
Murni Dailani, 33, Warga Jalan Letda Sudjono mengungkapkan, air PDAM saat ini kotor atau keruh. airnya sering tak mengalir di pemukimannya. Situasi ini memaksa warga menyisihkan penghasilannya untuk air minum.Dengan berat hati, mereka harus membeli air minum isi ulang. “Air minum isi ulanglah yang kami konsumsi selama ini sebab kalau air PDAM itu dimasak kami ragu, karena bau dan rasanya kadang kadang berobah,”ujarnya.
Saat ditanya solusi lain untuk mengatasi permasalahan tersebut,Desni mengatakan dirinya tidak bisa berbuat banyak,sebab jika harus membuat sumur membutuhkan biaya besar.
Bangunan penyediaan prasarana dan sarana air minum bagi kawasan kumuh Nelayan di Dusun I, Desa Tebing Tinggi, Kecamatan Tanjug Beringin, Kabupaten Serdangbedagai (Sergai) terlantar. Air bersih yang ada terus terbuang sia-sia dan tidak tersalurkan ke masyarakat sebab tidak ada jaringan distribusinya.
Bangunan yang di kerjakan pada tahun 2009 dengan sumber dana dari APBN Sebesar Rp 898.126.000 itu terlantar dan tidak tersalurkan ke masyarakat dan air yang terbuang sejak tahun 2009 itu mulai menggenangi permukiman warga.



Tinjau Sungai
Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Medan Irwanto Tampubolon menyatakan, Dewan akan melakukan peninjauan untuk melihat secara langsung pencemaran di Sungai Deli.Dia berharap BLH Medan bisa menyerahkan data-data perusahaan yang diduga membuang limbah dan mencemari Sungai Deli.
Terlepas dari perbedaan data industri yang berada di aliran Sungai Deli, pencemaran air Sungai Deli merupakan tanggung jawab BLH Sumut. BLH Sumut sendiri berkomitmen melakukan pemulihan kembali air Sungai Deli. Hidayati menyatakan, BLH Sumut sudah mengajukan usulan pembangunan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemeliharaan Kualitas Sungai Deli-Sungai Belawan kepada Gubernur Sumut.
Ini dilakukan sebagai upaya untuk merehabilitasi Sungai Deli yang sudah tercemar dari hulu hingga hilir. “Pembangunan UPT itu sudah kami usulkan di tahun ini. Kami berharap dengan dibangunnya UPT ini,setidaknya air Sungai Deli tidak lagi tercemar. Sungai Deli diharapkan dapat bersih dan tidak ada lagi sampah-sampah,”ujarnya.
UPT ini memiliki konsep two river one management atau dua sungai diatur satu manajemen. Dengan begitu,diharapkan koordinasi dan pengawasan terhadap Sungai Deli - Belawan lebih terpadu dan konkret. Selama ini, pemantauan dan pengawasan kualitas air Sungai Deli-Belawan masih sulit karena lintas sektoral dan kawasan. Sebab,Sungai Deli dan Belawan merupakan sungai yang melintasi tiga kabupaten/kota.
“Dengan satu manajemen, diharapkan kami bisa merehabilitasi Sungai Deli lebih konkret,” tandasnya. UPT Pemeliharaan Kualitas Sungai Deli dan Belawan ini diusulkan berkantor di BLH Sumut. Jika sudah berdiri, akses pemantauan kualitas air Sungai Deli bisa segera dilakukan. “Sebab, akses ke laboratorium BLH sudah dekat karena berada pada satu kantor,”ujar mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium BLH Sumut ini.
Masalah limbah industri yang berada di kawasan ini diharapkan Hidayati bisa selesai dengan adanya UPT ini. UPT ini akan mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang berada di kawasan Sungai Deli- Belawan. Setelah diidentifikasi, perusahaan yang berada di kawasan itu harus membayar kompensasi kepada pemerintah daerah. “Kompensasi ini berbentuk pendapatan asli daerah (PAD) dan dana tersebut akan digunakan untuk merehabilitasi kondisi lingkungan di Sungai Deli,” tandasnya.
Kompensasi lingkungan hidup ini bisa jadi tidak berbentuk uang tunai. Perusahaan bisa langsung melakukan rehabilitasi di lingkungan.Selama ini,dana tanggung jawab sosial perusahaan di kawasan Sungai Deli belum fokus terhadap lingkungan hidup. “Kami berharap dana itu bisa digunakan untuk merehabilitasi lingkungan. Kami juga bisa memberikan perusahaan pilihan.”
Misalnya langsung melakukan pengelolaan lingkungan di suatu kawasan,tetapi tetap harus ada kesepakatan kerja sama sehingga komitmennya untuk kompensasi lingkungan itu jelas,”paparnya. rogram yang dilakukan BLH Sumut ini mendesak direalisasikan, di tengah kondisi air Sungai Deli yang sudah tercemar dari hulu hingga hilir.
Sayangnya, hingga sekarang, tanda-tanda pendirian UPT Pemeliharaan Kualitas Sungai Deli- Belawan juga menemui titik terang. Kalau kondisi air Sungai Deli terus dibiarkan tanpa ada rehabilitasi, satu lagi situs sejarah Kota Medan akan hancur. Medan tentunya semakin kehilangan akar sejarah yang di masa lalu begitu jaya menjadi jalur transportasi dan perdagangan.

PDAM
Air sungai jika dimasak kemudian dikonsumsi, menurut dia, bisa membahayakan kesehatan karena parameter dominan sesuai dengan PP Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, air sungai di Medan itu tidak layak konsumsi. Berdasarkan hasil penelitian badan itu bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) pada tahun 2006, penduduk yang tinggal di bantaran ketiga sungai itu tercatat sekitar 1,2 juta jiwa dan 80 persen diantaranya merupakan penduduk Kota Medan
Untuk menjamin kebutuhan air bagi masyarakat Medan sekitarnya, manajemen Perusahaan Daerah Air Minum Tirtanadi (PDAM) Tirtanadi akan membangun delapan sumur bor berkapasitas 10 hingga 15 liter air/detik.Memenuhi target yang digariskan badan dunia lewat Millenium Development Goals (MDGs), yakni 80 persen penduduk dunia (satu kota) harus menikmati air bersih, PDAM Medan berusaha mengejar 100 ribu pelanggan hingga 2014, butuh investasi senilai Rp200 miliar.
Direktur Utama PDAM Tirtanadi Medan Azzam Rizal, mengatakan itu saat menerima audiensi Forum Wartawan Peduli Air (FORWARA) di Kantor PDAM Tirtanadi Jalan Si Singamangaraja, Medan, sebulan lalu.  Azzam mengatakan, kondisi suplai air bersih untuk Medan pada tahun mendatang akan sulit jika daerah resapan air tidak dijaga."Coba bayangkan jika sumber resapan air di Sibolangit rusak, atau sumber air Sungai Deli terus menyusut. Suatu waktu itu mungkin terjadi jika sumber resapan air tidak dijaga," kata Azzam.
Lebih jauh Azzam mencontohkan, kebutuhan air untuk Medan harus memenuhi tiga aspek, yakni kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. "Untuk memenuhi aspek itu tidak ada jalan lain pemerintah harus ikut menjaga sumber air bersih. Menjaga sumber air bersih bukan hanya tanggung jawab PDAM, tapi pemerintah dan masyarakat," ujar Azzam.
Azzam mengatakan, PDAM Tirtanadi sebagai perusahaan daerah tidak murni berorientasi bisnis, namun tetap mengedepankan pelayanan. "Untuk memenuhi kebutuhan air minum di Medan sekitarnya diperlukan investasi Rp200 miliar. Jumlah itu sangat besar. Kami sadar pemerintah Sumut sulit merealisasikan investasi untuk PDAM Tirtanadi. Oleh karenanya kami berusaha mengoptimalkan pelayanan dengan kondisi terkini. Solusinya sementara dengan membangun delapan sumur bor itu," papar Azzam.
Sementara itu Direktur Perencanaan dan Produksi PDAM Tirtanadi, Tamsil Lubis, mengakui perusahaan air minum Sumut itu kehilangan 24 persen air akibat kebocoran pipa dan sambungan ilegal. "Mengatasi kehilangan air (water losses), PDAM rutin menggelar razia lewat petugas Penanggulangan Kehilangan Air (PKA)," kata Lubis.
Direktur Keuangan PDAM Tirtanadi Ahmad Thamrin mengaku, sumber pendapatan terbesar PDAM adalah dari pelanggan rumah tangga. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah yang dihasilkan pada 2009 sebesar Rp5,5 miliar. "Karena Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan, jika pelanggan perusahaan air minum belum memenuhi 80 persen penduduk satu kota, maka tidak ada kewajiban perusahaan daerah membayar pendapatan bagi daerah dalam bentuk PAD," ujar Thamrin.

YLKI Terkejut
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sumatera Utara, Abubakar Siddik sangat terkejut masih ada sebahagian wilayah belum mengalir air bersih ke rumahnya. “Kalau memang belum juga mengalir, seharusnya warga mengadu dan melaporkan kepada kepala cabang Daerah Kecamatan Perjuangan, mungkin mereka yang mengetahui kendalanya," ujarnya.
Ratusan Kepala Keluarga (KK) pelanggan air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi yang berdomisili dikawasan Kelurahan Kota Matsum I Kecamatan Medan Area, mengeluhkan masalah air bersih yang sering kali bermasalah.
Setelah kemarin keluahan air kotor dikeluhkan warga di kelurahan Karang Berombak, kini warga Medan Area kembali mengeluhkan kwalitas air dan pendsitribusian air yang terkadang macet, sehingga aktifitas masyarakat menjadi terganggu atas permasalahan tersebut. Bahkan keluhan ini sudah beberapa kali dirasakan oleh warga, seperti David yang mengeluhkan masalah pendistribusian air bersih.
Tahun 2015 Kota Medan bakal mengalami krisis air bersih, kalau maraknya aktivitas pembangunan yang tanpa memperhatikan aspek lingkungan terus berlangsung tanpa kepedulian semua pihak, terutama Pemko Medan sendiri.
Banyak jalur hijau dan kawasan-kawasan resapan air dijadikan lokasi perumahan, bisnis, bahkan industri. Padahal ini menjadi sumber air bagi kota ini yang seharusnya dijaga dan dilestarikan.

Masukan
Pakar sumber daya air (SDA) terpadu Universitas Indonesia (UI) Firdaus Ali yang hadir di Medan beberapa waktu lalu bisa membantu untuk menjawab pertanyaan itu.
Sebelumnya, dia memaparkan bahwa masyarakat di kota besar membutuhkan 90 liter air per hari setiap orang.Bila jumlah penduduk Kota Medan mencapai 2,6 juta, dibutuhkan 234 juta liter air per hari. Pemenuhan air bersih tersebut belum tercapai secara keseluruhan oleh perusahaan air minum.Masih ada masyarakat yang belum memperoleh penyaluran air bersih. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan Syaiful Bahri mengungkapkan, Medan masih jauh dari persoalan krisis air.Selain itu, Medan masih bisa memanfaatkan air permukaan (sungai) dan air bawah tanah (sumur bor, reservoir) untuk mengatasi masalah itu.
”Untuk memaksimalkan itu, kita bisa menggunakan teknologi. Air yang diambil diolah dengan teknologi yang ada dan bisa dimanfaatkan masyarakat,”paparnya. Syaiful menambahkan,sumber air di Medan mulai menjadi persoalan. Untuk itu,pemko terus melakukan upaya pelestarian lingkungan, seperti perbaikan kondisi sungai, ruang terbuka hijau, maupun daerah resapan air. ”Ini terus dilakukan.Memang kuncinya ada di Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang masih dievaluasi pemerintah pusat. Begitupun,kami tetap komit untuk itu,”tuturnya. Dia sepakat Pemko Medan harus menyediakan anggaran untuk pembelian lahan yang akan digunakan sebagai pengadaan ruang terbuka hijau di setiap kelurahan atau kecamatan.
”Memang Pemko Medan harus siap untuk itu. Dalam RPJP pun sudah dituangkan untuk hal ini.” ”Namun, tentu saja tidak mengesampingkan kebutuhan dasar masyarakat yang lain,”ungkapnya. Di tempat terpisah,Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Medan Purnama Dewi menyatakan bahwa mereka terus melakukan pengawasan terhadap penggunaan air, khususnya air bawah tanah oleh pihak-pihak yang memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Persoalan air bersih tak bisa dianggapenteng. PemkoMedanharus mengambil langkah atas ancaman krisis air.”Pemko Medan tidak bisa menunggu lebih lama. Sepanjang tidak melanggar undang-undang, tidak ada masalah,” tutur aktivis lingkungan,Erwin Nasution.
Persoalan krisis air ini disebabkan banyak faktor. Salah satunya kerusakan lingkungan di hulu, seperti penebangan kayu, pembukaan hutan menjadi lahan perkebunan sawit,dan lain-lain sehingga menyebabkan penyangga air berkurang. ”Dengan kondisi seperti ini, Pemko Medan harus mendorong agar perda tata ruang rampung. Sebelum itu disahkan,harus ada upaya preventif,”tandasnya. Hal senada diungkapkan anggota Komisi B DPRD Medan HT Bahrumsyah. Dia menuturkan, Pemko Medan harus memperhatikan keselamatan lingkungan demi kesejahteraan rakyatnya. ”Pemerintah harusnya lebih tegas.Sebab, jika tidak dari awal,ke depan akan lebih sulit. Banyak lahan kosong yang dijadikan lokasi bangunan merupakan salah satu penyebabnya,” tuturnya.
Kemudian,pemerintah juga sepertinya tidak punya konsep untuk menjaga kualitas dan debit air sungai. Selain itu, kesadaran masyarakat memang perlu ditingkatkan.




Posting Komentar

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

MENGUTAMAKAN KEPENTINGAN RAKYAT

Connect Us

item